Kamis, 26 Maret 2020

Sumber ide Presiden tentang “Korporasi Petani”


Dapat dikatakan bahwa sumber ide awal terlontarnya istilah “Korporasi Petani” dari mulut Presiden, adalah dari kunjungan beliau ke perusahaan PT BUMR Pangan Terhubung  di Desa Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kab Sukabumi pada pertengahan 2017. Presiden begitu “terpesona” dengan gagasan dan berjalannya perusahaan ini yang saat itu berhasil mengkonsolidasikan agribisnis padi mulai dari hulu sampai hilir dalam satu manajemen.

Ini tentu saja sebuah “ide segar”, sebuah terobosan kelembagaan yang spekatakuler. Mengapa demikian? Silahkan baca selengkapnya blog ini ….. hehe.

Ya, karena sekian puluh tahun pembangunan pertanian hanya berkutat pada kelompok tani (KT) dan Gapoktan. KT seluas dusun, Gapoktan seluas desa. Korporasi akan bekerja di atas itu. Mungkin seluas kecamatan.

Selain itu, istilah “korporasi” tidak dikenal dalam regulasi- regulasi seputar pertanian. UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani hanya mengenal jenis  “kelembagaan” menjadi “kelembagaan petani” dan “kelembagaan ekonomi petani”.  

Mohon dicatat penyebutan ini salah ya, mestinya ini adalah social organization. Segala sesuatu yang ada pengurusnya, ada anggota nya, dibentuk secara sengaja; adalah “organsiasi”.  Adalah social organization.

Objek ini tidak pernah disebut sebagai farmer institution. Bahkan “farmer institution” tidak ada di google search engine. Silahkan buktikan. Jadi Bapa Ibu, jangan sekali-kali lagi sebut “kelembagaan petani”. Kalau “organisasi petani” OK.

Yap, mari kembali ke ide  “korporasi” tadi.  Perusahaan PT BUMR ini memiliki mitra dengan petani di beberapa desa bahkan luar kecamatan dengan jumlah anggota 1.253 orang petani. Perusahaan memiliki empat program unggulan, yakni pinjaman modal budi daya padi tanpa bunga, pengadaan benih unggul, pendampingan teknologi, dan asuransi pertanian untuk gagal panen.

Intinya, Pa Presiden ingin ada perubahan paradigma dalam upaya menyejahterakan petani ke depan. Perubahan tersebut iyalah dengan menguatkan proses bisnisnya, tidak semata-mata pada on farm (budidaya) nya saja. 

Pa Presiden mengharapkan agar petani ke depannya memiliki sendiri industri benih, aplikasi produksi modern, dan industri pengolahan pasca panen yang modern. "Proses-proses agrobisnis inilah yang sebetulnya akan memberikan nilai tambah yang besar," tutur Presiden.

Perusahaan melakukan pendampingan yang diberikan dalam bentuk pelatihan, khususnya untuk petani muda, misalnya dalam pengaturan keserempakan tanam dan panen. Untuk pengadaan benih bekerjasama dengan pemulia varietas unggul. Produksi anggota dibeli kembali oleh perusahaanuntuk menghasilkan beras yang jelas asal usulnya, kualitas terjamin dengan teksturnasi pulen dan wangi. Perusahaan juga membeli gabah dengan harga mitra, diatas harga pembelian pemerintah (HPP). Perusahaan mengutamakan petani yang rajin dan memiliki lahan untuk bergabun gagar keanggotaan tetap terjaga dan investasi terjamin. Petani yang ingin menjadi anggota cukup mudah dan berhak mendapat pinjaman tanpa agunan, dengan syarat memiliki lahan, rajin bertani, memiliki KTP, dan kartu keluarga.

Bahkan, Presiden telah mengundang pengurus PT Badan Usaha Milik Rakyat Pangan Terhubung (BUMR) ini ke Rapat Kabinet Terbatas di Istana Kepresidenan. Mereka diundang  untuk mempresentasikan cara bisnisnya ke sejumlah pejabat di Kantor Presiden. Pa Presiden memerintahkan semua kementerian, pertanian dan non pertanian, untuk mereplikasi model ini di wilayah lain. Ini lah yang menjadi titik tolak bergeraknya berbagai K/L, misalnya gabungan BUMN, Bulog, Bapenas, dan tentu saja Kementerian Pertanian.

****

Cerita dari PT Mitra Desa Pamarican – Ciamis


Satu contoh korporasi petani yang telah mulai mewujud, meski belum legkap, dapat dilihat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jabar. Saya sempat mengunjungi ini tahun 2019 lalu.

Korporasi ini berbentuk Perusahaan Terbatas (PT), berdiri dan mulai beroperasi pada Oktober 2018. Wilayah cakupan adalah Kecamatan Pamarican yang terdiri atas 14 desa. Perusahaan ini berdiri atas inisiatif BUMN dalam Program Digitalisasi dan Wirausaha Petani, yang bekerja sama dengan gabungan Gapoktan dan Bumdes sekecamatan. Pendiri perusahaan adalah PT Mitra Bumdes Nusantara (MBN), Gapoktan Bersama, dan Bumdes Bersama dengan potensi pelayanan korporasi 6.200 petani dalam 152 kelompok tani. Pihak yang terlibat di luar korporasi adalah Bank Mandiri sebagai pemberi Corporate Social Responsibility (CSR) dan sekaligus pendamping manajemen sehari-hari. Bantuan yang pernah diterima dari Bank Mandiri berupa RMU dan modal kerja.

Sumber daya ekonomi sebagai potensi bisnis usaha yang dimiliki korporasi adalah usaha tani padi sawah petani seluas 4.600 ha. Cabang usaha korporasi saat ini adalah pembelian gabah, penggilingan, penjualan beras medium dan premium, serta toko sembako termasuk beras. Aset yang dimiliki berupa mesin RMU berkapasitas 3 ton gabah per jam dan modal kerja. Saat mendirikan perusahaan, modal yang diinvestasikan hanya Rp 100 juta, Rp 51 juta di antaranya berasal dari PT MBN, Rp 24,5 juta dari Gapoktan Bersama, dan Rp 24,5 juta dari Bumdes Bersama.

Pembagian keuntungan usaha adalah 20 persen untuk PT MBN, sisanya untuk Gapoktan Bersama dan Bumdes Bersama. Bisnis yang sudah berjalan (produk korporasi) adalah menggiling gabah dan menjual beras premium ke pasar, serta menyediakan kredit KUR dari Bank Mandiriuntuk petani. Produk yang dihasilkan adalah beras premium dengan merk “Si Geulis” yang dijual ke pasar bebas dan dari Program BPNT (Bantuan Pangan Non-Tunai) ke Bulog.

Bisnis lain yang akan dijalankan ke depan adalah pemasaran beras medium dan premium ke Bulog dan pasar umum. Secara internal, pembagian peran di antara mereka adalah dimana Gapoktan mensuplai gabah ke perusahaan, sedangkan Bumdes fokus pada pemasaran beras. Harga beli gabah cukup tinggi (Rp 5.600 GKP per kg). Korporasi juga membeli beras dari RMU kecil di sekitar perusahaan (Rp 8.300-8.500 per kg) dengan skema proses rice to rice.

*****

Apakah perlu 3 apa 5 koperasi?


Dalam berbagai diskusi, sering muncul pertanyaan, berapa jumlah yang pas untuk badan usaha dalam satu korporasi petani? Apakah cukup koperasi, atau perusahaan, yang sudah ada saja, atau perlu bikin baru lagi. Jawabannya kira-kira ada pada dua kata kunci yaitu: “skala usaha” dan “beban manajemen”.

Skala usaha dan manajemen merupakan dua pertimbangan utama dalam merancang struktur korporasi petani. Setiap membangun korporasi atau perusahaan yang baru atau menggunakan yang lama, pertimbangannya adalah apakah opsi tersebut memenuhi kedua syarat tersebut.

Dari sisi skala usaha, apakah badan usaha baru mampu mandiri secara finansial dan memberikan keuntungan. Sebuah badan usaha hanya akan hidup jika pendapatan yang diperoleh mampu memberikan gaji dan honor untuk pengurus dan staf yang bekerja di dalamnya; mampu menggerakkan bisnis;mampu memenuhi modal kerja dan menutupi penyusutan sertabunga; dan mampu memberikan keuntungan yang layak untuk dibagikan ke anggota nantinya.

Nah, sedangkan dari sisi manajemen, pembentukan badan usaha baru atau memecah menjadi dua badan usaha baru harus mempertimbangkan apakah beban kerja manajemen sudah terlalu berat, sehingga harus dipecah. Jika masih bisa dikerjakan satu badan usaha ngpain harus dua. Misalnya usaha simpan pinjam dan pengelolaan Alsintan, apakah harus dilakukan dalam 2 koperasi yang berbeda, apa cukup digabung dalam 1 koperasi saja?
Beban manajemen yang berat dapat disebabkan oleh berbagai faktor, bergantung pada lokasi, skala usaha, tantangan dan hambatan, karakter usaha, atau hambatan komunikasi dan geografi. Pertimbangan lain, kadang-kadang sulit dijelaskan dasar akademis, misalnya apakah ada orang yang cocok akan mengelolanya?

Seluas apakah cakupan 1 korporasi?

Tidak ada luasan baku berapa luas cakupan satu korporasi yang ideal. Namun, dua pertimbangan di atas juga dapat menjadi dasar penentuan. Namun, dari berbagai wacana dan perencanaan pembangunan yang berkembang, tampaknya akan jatuh seluasa sekitar “satu kecamatan”.

Ada banyak program-program Kementerian dan lembaga yang mengarah bahwa luas satu koperais lebih kurang adalah seluas satu kecamatan. Selain karena pertimbangan teknis, skala ekonomi dan administrasi nya dianggap paling pas.

Beberapa program yang mengarahkan sehingga satu korporasi petani akan beroperasi seluas satu unit kecamatan adalah Program Digitalisasi dan Wirausaha Petani oleh gabungan BUMN di bawah PT MBN serta Kostratani Kementerian Pertanian yang juga bergerak dalam satu kecamatan.

****

Prinsip Pengembangan Korporasi Petani


Pengembangan korporasi petani dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem tatakelola yang baik untuk meningkatkan akses petani terhadap sumberdaya produktif, memberi nilai tambah bagi produk pertanian, memperkuat kelembagaan petani, meningkatkan kapasitas dan posisi tawar petani, yang bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Dengan dasar ini, maka prinsip pengembangan korporasi petani adalah nilai-nilai berikut yaitu:

Gotong royongKorporasi petani diselenggarakan dengan nilai-nilai dan semangat tolong menolong dan kemitraan antar pihak, terutama pada aras horizontal, karena penyatuan petani-petani yang skala usaha dan penguasaan modal yang rendah akan kuat jika menlakukan konsloidasi.

Keadilan. Ya, korporasi petani diselenggarakan untuk sebesar-besarnya meningkatkan kesejahteraan petani dengan mengutamakan golongan kurang sejahtera atau berpendapatan rendah secara adil.

Kemandirian. Korporasi petani diselenggarakan untuk mewujudkan rumah tangga tani yang berdaulat dan mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya dengan kekuatan sendiri. Korporasi berisi badan-badan usaha yang sederajat dengan perusahaan-perusahaan swasta selama ini, dan siap bertarung di pasar. Pada satu titik, mereka tidak perlu lagi bantuan-bantuan pemerintah. Pemenuahn modal misalnya adalah dengan mendatangi bank untuk mendapatkan kredit-kredit komersial, karena badan-badan usaha ini memiliki asset yang dapat dijadikan collateral, serta juga proses bisnis yang menjanjikan.  

Layak. Ukuran layak secara ekonomi (viable dan provitable) menjadi pertimbangan utama. Korporasi petani harus layak secara finansial dan mampu meningkatkan nilai tambah ekonomi dan daya saing produknya.

Profesionalisme. :Korporasi petani dikelola berdasarkan prinsip profesionalisme. SDM yang ada di desa menjadi andalan untuk menjalankan koperasi-koperasi atau perusahaan-perusahaan miliki petani. Anak-anak petani yang berpendidikan dan terampil menjadi tenaga yang menggerakkan korporasi, sebagai manajer, staf, tenaga penjualan, dan lain-lain.

Inovatif. Korporasi petani dibangun berbasis ilmu dan teknologi modern, sesuai dengan kondisi sumber daya dan kesesuaian wilayahnya. Ini menjadi salah satu sumber keunggulan bisnis ke depan, karena akan dapat memproduksi lebih baik, variatif, dan lebih murah.

Berkelanjutan. Korporasi petani dibangun berdasarkan prinsip layak secara ekonomi, diterima secara sosial dan ramah lingkungan. 

*****

Strategi operasional pengembangan korporasi


Korporasi petani dibentuk melalui integrasi dua dimensi, yang kedua nya mesti berjalan dengan sama pentingnya, yakni:

Satu, integrasi horizontal.  Korporasi pada hakekatnya mengintegrasikan usaha-usahatani dan sekaligus petaninya. Meskipun usaha-usaha budidaya (on farm) terdiri atas skala kecil-kecil dan tersebar secara geografis, namun dikelola dalam satu manajemen, bergabung menjadi sekawanan usaha  yang akhirnya menjadi besar. Konsolidasi dapat berupa pengaturan masa tanam, varietas yang sama,  penyamaan teknologi yang diterapkan, masa panen, penetapan harga, dan lain-lain. Jadi, meskipun mereka pada hakekatnya usaha-usaha kecil yang otoritasnya tetap berada di tangan masing-masing, namun kesepakatan-kesepakatan manajemen telah menjadikan mereka kelompok usaha yang kuat karena satu keputusan manajemen. Integrasi horizontal ini akan menyatukan tindakan di antara para pihak (perorangan atau grup) yang stratayang sama.

Dua, integrasi vertikal. Korporasi akan mengintegrasikan seluruh aktivitas hulu ke hilir dalam satu manajemen pula.

Karena itu, korporasi tidak menghapus (delete) kelompok tani dan Gapoktan. Kopersi atau perusahaan yang merupakan badan usaha berbadan hukum, tidak menghapus keberadaan dan peran kelompok tani dan Gapoktan yang merupakan badan usaha bukan berbedan hukum. Masih banyak bagian yang bisa dijalankan kelompok tani, misalnya dalam fugsi komunikasi internal ke anggota-anggotanya. Kelompok tani misalnya bisa mendapat fee jika berhasil melakukan pengumpulan (off taker) gabah dari hasil panen petani-petani nya sendiri. Fee ini tentu lalu bisa menjadi kas kelompok.  

Dengan dua dimensi ientegrasi ini, maka tidak akan terjadi konflik kepentingan, baik dalam bidang usaha maupun prosi keuntungan. Akan; terwujud suasana saling mendukung untuk mencapai skala usaha yang besar agar mampu mencapai efektivitas dan efisiensi yang tinggi serta memperkecil risiko usaha.

Pembagian tugas di antarapelaku korporasi (koperasi, KT, Gapoktan, dan petani-petani individual) dirumuskan dengan mempertimbangkan kondisi rantai pasoksebaran lahan dan tempat tinggal petanisarana dan prasaranakapasitas Alsintan,  dan skala usaha.  
Pembagian tugas dan peran antara pelaku memadukan skala ekonomi untuk mencapai efektivitas dan efisiensi (teknis dan ekonomi), serta partisipasi petani berbasis modal sosial. Dengan demikian, korporasi akan menjadi wadah untuk menghasilkan collective action pada sistem agribisnis satu komoditas pada satu wilayah.

 

*****


Prinsip Pemilihan Badan Usaha Korporasi Petani


Rekayasa kelembagaan (institutional arrangement) pada hakekatnya adalah segala hal yang berkenaan dengan tata hubungan seluruh pelaku dalam suatu sistem tertentu. Dalam sistem agibisnis, pelaku dapat berupa individu (petani, pedagang, dll), maupun kelompok. Dari segi orientasi, kelompok (social group) dibedakan menjadi kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani, sedangkan dari segi staratanya dibedakan atas organisasi primer yang anggotanya adalah perorangan (Poktan, P3A, koperasi primer, dll) dan organisasi sekunder (secondary level organization) di atasnya yang anggotanya berupa organisasi primer. Contoh organisasi sekunder adalah Gapoktan dan koperasi sekunder.
Dalam hal inikorporasi petani dapat dimaknai sebagai keseluruhan sistem agribisnis,yakni seluruh pihak yang menjalankan sistem agribisnis yang pelakunya bisa berupa individu atau kelompok sosial. Maka secara sederhana “korporasi petani” = koperasi/perusahaan + kelompok tani + Gapoktan + UPJA + P3A + petani individual.

Jenis dan jumlah kelompok pelaku dalam korporasi akan berbeda, bergantungpada banyak faktor, yakni jenis komoditas yang akan diusahakan, skala usaha, tingkat kemajuan usaha, kemampuan permodalan, beban manajemen, kemudahan komunikasi, hambatan geografis, ketersediaan SDM, dukungan pemerintah, dan lain-lain. Karena itu, model korporasi yang tepat untuk satu komoditas di suatu wilayah akan berbeda. Secara sederhana, tahapan dalam memilih model tersebut terdiri atas tiga langkah yang harus dijalankan secara berurutan sebagai berikut:

(1). Pertimbangan teknis (possible)Aspek teknis menjadi pertimbangan utama dalam merancang dan merunutkan aktivitas dan proses sehingga bisnis dapat dijalankan dengan baik. Dalam tahap ini perlu dipahami bisnis yang akan dijalankan, teknologi yang akan diterapkan, lokasi untuk setiap kegiatan, dan kebutuhan prasarana setiap aktivitas. Dalam konteks ini, maka tentu kita tidak akan mengembangkan usaha yang bahan bakunya tidak terjamin dan teknologinya tidak dikuasai. Demikian pula pilihan gudang alat-mesin pertanian, perlu mempertimbangkan apakah harus satu atau dua tempat, bergantung pada jumlahdan jarak antara gudang alat-mesin dengan lokasi persawahan.

(2). Ppertimbangan ekonomi (provitable)Setelah secara teknis “lulus”, artinya mungkin dilaksanakan sesuai kaidah-kaidah teknik dan kelimuan,  maka pertimbangan berikutnya adalah apakah bisnis tersebut akan mendatangkan keuntungan atau tidak? Apakah suatu teknologi dapat menekan biaya dan meningkatkan nilai tambah, dan apakah modal yang dibutuhkan mungkin dapat dipenuhiJika usaha dan teknologinyatelah dikuasai, namun dengan keuntungan rendah, maka janganlah usaha tersebut dipilih. Misalnya, petani telah terampil menghasilkan pupuk organik namun harga jualnya rendah dan tidak menguntungkan. Dengan demikian, usaha pupuk organik tersebut sebaiknya dibatalkan saja dulu.

(3). Pertimbangan manajerial (capable)Pertimbangan manajerial dilakukan setelah satu bidang usaha layak secara teknis dan ekonomi. Setelah itu baru diputuskan siapa aktor yang mampu menjalankan suatu bisnis, apakah Poktan, Gapoktan, atau koperasi? Dapat pula diserahkan kepada petani secara individual. Tidak semua usaha diambil alih oleh koperasi.

Perlu diingat-ingat ya, ketiga pertimbangan ini sebaiknya diurutan dari 1, ke e, lalu ke 3. Pertimbangan teknis menjadi syarat awal, lalu finansial-ekonomi. Jika kedua pertimbangan ini telah "lulus", baru lah ditata kelembagaan nya.

Apa "kelembagaan"? Banyak makna "institution" memang. Namun, untuk konteks korporasi petani, yakni aktivitas rile pada level mikro, maka kelembagaan adalah:

Apa yang mau dilakukan + bagaimana melakukan + siapa yang akan melakukan?

******

Badan usaha apa yang dipilih: koperasi apa perusahaan?


Setelah mempertimbangkan aspek teknis, finansial-ekonomi, dan manajerial; kemudian sampai kepada apa badan hukum korporasi yang sesuai. Pilihannya adalah koperasi atau perusahaan, atau kombinasi keduanya. Pilihan tersebut perlu mempertimbangkan aspek kelebihan dan kekurangannya.

Pilihan pada koperasi memiliki keuntungannya di antaranya lebih mudah, lebih cepat didirikan, dan biayanya tidak mahal, serta kebutuhan modal juga tidak besar. Pemupukan modal bisa dilakukan secara bertahap. Kekurangannya, modal dalam jumlah besar sulit dihimpun dengan cepat karena petani anggota biasanya lemah permodalan, manajemen kurang terawasi sehingga tidak rapi, dan pengelola tidak mendapat reward yang memadai, terutama di awal pendiriannya.

Berikutnya, pilihan pada bentuk perusahaan (PT, CV, NV, dll), keuntungannya adalah dapat menjalin kerjasama ke luar lebih mudah, imagenya positif di masyarakat dan antarpelaku usaha, serta lebih lincah karena keputusan dapat cepat dibuat. Kekurangannya, pendirian perusahaan relatif lebih sulit, kebutuhan modal besar, pembukuan dan manajemen lebih merepotkan, dan konon kewajiban pajak agak lebih rumit.

Pilihan selanjutnya adalah apakah menggunakan organisasi primer atau sekunder. Maksudnya apakah perlu 4 koperasi primer saja, atau 3 koperasi primer ditambah 1 koperasi sekunder? Dalam kasus ini, pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Satu, tidak berkompetisi. Yakinkan bahwa di antara pelaku-pelaku ini tidak ada perebutan atau kompetisi pada bidang bisnis yang sama. Relasi antara pelaku secara horizontal (sesama primer) dan vertikal (antara primer dan sekunder) adalah relasi bisnis, yakni berupa transaksi pasar, misalnya jual beli.
Selama ini misalnya, tidak ada pedoman yang jelas apa beda bisnis kelompok tani dengan bisnis nya Gapoktan. Kelompok tani merupakan individual organization (yang anggotanya orang-orang) sedangkan Gapoktan merupakan secondary level organization yang anggoatanya kelompok-kelompok tani, buka orang, bukan individu.

Dua, skala usaha dan kelayakan ekonomi. Pilihan untuk membuat unit baru (primer atau sekunder) adalah karena pertimbangan skala usaha dan kemampuan manajemen. Unit baru hanya dibentuk jika pelaku yang lama sudah tidak sanggup menjalankan (mungkin karena skala usaha sudah besar atau karena bidangnya lain) dan bidang usaha yang akan dijalankan cukup mampu memberi keuntungan ekonomi sehingga sanggup minimal membayar karyawan dan keuntungan untuk anggota.

Tiga, apakah mau relasi organisasi atau relasi pasar? Pilihan dalam pembentukan organ (koperasi/perusahaan) primer baru atau organ sekunder berdasarkan relasi yang lebih mungkin dan mudah dilakukan. Jika yang dibentuk adalah organ primer baru, maka relasi antarpelaku secara horizontal merupakan relasi pasar, yakni jual beli. Jika pilihan membentuk unit sekunder maka akan membuat relasi yang terjadi antara organ primer dengan sekunder sebagai relasi keorganisasian vertikal yang saling membantu. Sebagai contoh, tiga organ primer dengan satu organ sekunder akan menjadi holding yang akan saling membantu dalam manajemen dan permodalan di antara keempat organ. Namun, jika hanya membentuk empat organ primer maka tidak ada relasi manajemen dan permodalan sesama mereka.

*****

Minggu, 15 Maret 2020

Dari mana urusan korporasi petani ini berawal?


Istilah “korporasi” menjadi isu ketika pada pertengahan tahun 2017, Presiden Joko Widodo tiba-tiba memperkenalkan konsep "korporasi petani" sebagai sebuah bentuk manajemen baru dalam pengelolaan agribisnis terutama padi. Hal ini semakin menguat ketika dibahas dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang khusus membahas bagaimana "Mengkorporasikan Petani" yang diikuti oleh antara lain Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, serta Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas. Selain itu hadir pula sejumlah Menteri Kabinet Kerja lainnya ditambah beberapa gubernur serta pimpinan PT Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) Pangan Terhubung Sukabumi.

Presiden Joko Widodo menjadikan konsep koperasi petani secara modern yang dimotori oleh PT Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) Pangan Terhubung di Sukabumi sebagai percontohan. Presiden mengapresiasi pendirian koperasi itu karena konsep korporasi petani dilakukan secara menyeluruh dari mulai pengolahan sampai penjualannya, termasuk pengemasan yang modern dan menarik, sehingga bisa masuk langsung ke industri retail. 

Bahkan pada level on farm nya, usahatani padi dilakukan secara modern dengan melibatkan teknologi modern untuk mengetahui lokasi lahan, kondisi lahan, termasuk sistem pemasarannya yang dilakukan secara daring (cikal bakal 4.0 tea meureun ya). PT. BUMR Pangan Terhubung merupakan koperasi yang melakukan proses pengolahan beras dari hulu ke hilir dengan menggandeng para petani sekitar. Selain itu, koperasi itu juga memberikan pendampingan selama masa tanam termasuk menyediakan pinjaman modal. Panen dan pengemasannya pun kemudian diolah dengan menggunakan teknologi modern, termasuk penjualannya yang didistribusi secara langsung ke toko retail maupun menggunakan media sosial. 

*****

Apa sih “korporasi petani” ?


Sebelumnya, regulasi di seputaran Kementan ga begitu kenal istilah “korporasi petani”, walau “korporasi” ada di beberapa uandang-undang sekitar pertanian misalnya UU Perkebunan. Istilah “korproasi petani” baru secara resmi dinyatakan pada Permentan No 18 tahun 2018.

Pada UU No 19 tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani; UU No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; serta Permentan No. 82/2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gapoktan misalnya; hanya mengenal istilah “kelembagaan petani”, “kelembagaan ekonomi petani” (KEP), dan “Badan Usaha Milik Petani” (BUMP). Baru lah pada Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018  tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani;  termaktub kata “korporasi”.

Nah, sesungguhnya apa yang disebut dengan “korporasi petani” tadi, lebih kurang ya itulah KEP atau BUMP tadi. Dalam Permentan No 18 tahun 2018,  disebutkan bahwa Korporasi Petani adalah “Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani”. Jadi, koprorasi petani ya KEP atau BUMP tadi, badan hukumnya bisa koperasi atau perusahaan.

Dalam referensi “korporasi” (corporation) adalah “.... a company, a group of people or an organization authorized to act as a single entity (legally a person) and recognized as such in law”. Beberapa kata kunci untuk menjelaskan nya adalah: business, company, firm, enterprise, organization, establishment, corporate body. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa (KBBI) “korporasi” adalah badan usaha yang sah; badan hukum; perusahaan atau badan usaha yang sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai satu perusahaan besar. Kata corporate biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan besar atau induk perusahaan. Artinya, perusahaan tersebut merupakan perusahaan inti yang memiliki bermacam-macam anak perusahaan di bawahnya. Korporasi biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan yang besar, memiliki banyak anak perusahaan, sudah berdiri lama, terbukti tangguh, dan telah memberikan keuntungan yang besar.

Korporasi petani juga dimaksudkan untuk melindungi petani sebagai produsen utama bahan pangan dan meningkatkan keuntungan petani. Menteri Pertanian mengungkapkan, dengan besarnya jumlah petani saat ini sangat diperlukan kelembagaan petani yang profesional. Menurut Mentan: "Korporasi petani jadi di sebenarnya kelompok petani besar, dari kelompok tani nanti dikorporasikan”. Jika korporasi petani berjalan bisa buat benih sendiri, bisa olah tanah sendiri, lalu biaya pengolahan bisa turun 40 persen karena menggunakan mekanisasi yang dikelola oleh manager profesional.

*****

Paradigma baru pada korporasi petani


Ya, korporasi petani membawa paradigma baru dalma pendekatan pemberdayaan petani dan agribisnis. Saya kira bisa disebut “korporasi” membawa paradigma baru. Jika benar korporasi ini mau dijalankan, maka setidaknya beberapa perubahan akan terjadi dengan sendirinya, suka ga suka, yaitu:

Satu, Pemberdayaan tidak lagi berbasis charity, tapi BISNIS. Sebutlah ini suatu Empowerment bussiness based. Semua orang yang diajak ke kegiatan ini dimulai dengan DUIT. Bunyi ajakannya: “jika bapak ikut di sini, maka pendapatan bapak akan naik dua kali lipat, kapan? ......... tahun depan. Hehe”. Maka, ga ada lagi istilah petani “kurang sadar”. Yang ada adalah misalnya: “petani ga mau terlibat karena melihat keuntungan yang dijanjikan masih kecil”.

Dua, ERA BANTUAN demi bantuan akan berkurang dan BERAKHIR. Eranya diganti dengan pinjaman, saham, kerjasama, mitra, dst. Ini lah maksudnya prinsip subsidiary tersebut, jika masyarakat bisa menjalankan urusannya sendiri, ngapain negara ikut-ikut bantu. Menuju masyarakat madani, civil society. Kita sudah merdeka cukup lama, sudah saat nya kita coba paradigma baru.

Tiga, Relasi yang dibangun RELASI BISNIS. Semua pihak, secara horizontal (sesama petani, sesama kelompok tani), maupun vertikal (antara petani dan pedagang, antara kelompok tani dengan perusahaan) merupakan relasi bisnis. Saling cari untung. Saling dapat untung. Kalau kira-kira merugikan ya ga usah ikut.

Empat, Organisasi petani tidak lagi hanya sebatas desa, tapi lebih besar dan lebih tinggi. Setidaknya satu korporasi bekerja pada LEVEL KECAMATAN. Sebelumnya kita hanya mengenal kelompok tani di level dusun, dan Gapoktan di level desa. Keatas nya? Belum kefikiran. Bagaimana satu Gapoktan berhubungan dengan satu Gapoktan ga pernah dibicarakan. Kenapa? Ya, karena pada hakekatnya KT dan Gapoktan kita bikin lebih untuk menyalurkan bantuan. Masih sebatas fungsi administratif. Ada cap kelompok, semua legal. Model begini lambat laun akan berakhir.

Lima, Korporasi tidak bisa lagi menjadi “milik” satu kementerian. Ia akan menjadi milik semua pihak. Ga milik si A atau si B. Tapi milik petani. KOPRORASI nya PETANI. Semua kementerian harus antri di belakangnya. Mau kasih ide apa, dukungan apa, silahkan. Tapi yang punya korporasi adalah PETANI. Milik PETANI. Makanya disebut “korporasi petani”. Makanya, saat ini setidaknya sudah ready PT MBN (Mitra Bumdes Nasional) untuk mendukung dalam permodalan, dengan berbagai skemanya.

*****