Minggu, 15 Maret 2020

Paradigma baru pada korporasi petani


Ya, korporasi petani membawa paradigma baru dalma pendekatan pemberdayaan petani dan agribisnis. Saya kira bisa disebut “korporasi” membawa paradigma baru. Jika benar korporasi ini mau dijalankan, maka setidaknya beberapa perubahan akan terjadi dengan sendirinya, suka ga suka, yaitu:

Satu, Pemberdayaan tidak lagi berbasis charity, tapi BISNIS. Sebutlah ini suatu Empowerment bussiness based. Semua orang yang diajak ke kegiatan ini dimulai dengan DUIT. Bunyi ajakannya: “jika bapak ikut di sini, maka pendapatan bapak akan naik dua kali lipat, kapan? ......... tahun depan. Hehe”. Maka, ga ada lagi istilah petani “kurang sadar”. Yang ada adalah misalnya: “petani ga mau terlibat karena melihat keuntungan yang dijanjikan masih kecil”.

Dua, ERA BANTUAN demi bantuan akan berkurang dan BERAKHIR. Eranya diganti dengan pinjaman, saham, kerjasama, mitra, dst. Ini lah maksudnya prinsip subsidiary tersebut, jika masyarakat bisa menjalankan urusannya sendiri, ngapain negara ikut-ikut bantu. Menuju masyarakat madani, civil society. Kita sudah merdeka cukup lama, sudah saat nya kita coba paradigma baru.

Tiga, Relasi yang dibangun RELASI BISNIS. Semua pihak, secara horizontal (sesama petani, sesama kelompok tani), maupun vertikal (antara petani dan pedagang, antara kelompok tani dengan perusahaan) merupakan relasi bisnis. Saling cari untung. Saling dapat untung. Kalau kira-kira merugikan ya ga usah ikut.

Empat, Organisasi petani tidak lagi hanya sebatas desa, tapi lebih besar dan lebih tinggi. Setidaknya satu korporasi bekerja pada LEVEL KECAMATAN. Sebelumnya kita hanya mengenal kelompok tani di level dusun, dan Gapoktan di level desa. Keatas nya? Belum kefikiran. Bagaimana satu Gapoktan berhubungan dengan satu Gapoktan ga pernah dibicarakan. Kenapa? Ya, karena pada hakekatnya KT dan Gapoktan kita bikin lebih untuk menyalurkan bantuan. Masih sebatas fungsi administratif. Ada cap kelompok, semua legal. Model begini lambat laun akan berakhir.

Lima, Korporasi tidak bisa lagi menjadi “milik” satu kementerian. Ia akan menjadi milik semua pihak. Ga milik si A atau si B. Tapi milik petani. KOPRORASI nya PETANI. Semua kementerian harus antri di belakangnya. Mau kasih ide apa, dukungan apa, silahkan. Tapi yang punya korporasi adalah PETANI. Milik PETANI. Makanya disebut “korporasi petani”. Makanya, saat ini setidaknya sudah ready PT MBN (Mitra Bumdes Nasional) untuk mendukung dalam permodalan, dengan berbagai skemanya.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar