Rekayasa kelembagaan (institutional
arrangement) pada hakekatnya adalah
segala hal yang berkenaan dengan tata hubungan seluruh pelaku dalam suatu
sistem tertentu. Dalam sistem agibisnis, pelaku dapat berupa individu (petani,
pedagang, dll), maupun kelompok. Dari segi orientasi, kelompok (social
group) dibedakan menjadi kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani,
sedangkan dari segi staratanya dibedakan atas organisasi primer yang anggotanya
adalah perorangan (Poktan, P3A, koperasi primer, dll) dan organisasi sekunder (secondary
level organization) di atasnya yang anggotanya berupa organisasi primer.
Contoh organisasi sekunder adalah Gapoktan dan koperasi sekunder.
Dalam hal ini, korporasi petani dapat
dimaknai sebagai keseluruhan sistem agribisnis,yakni seluruh pihak yang
menjalankan sistem agribisnis yang pelakunya bisa berupa individu
atau kelompok sosial. Maka secara sederhana “korporasi petani” =
koperasi/perusahaan + kelompok tani + Gapoktan + UPJA + P3A + petani individual.
Jenis dan jumlah kelompok
pelaku dalam korporasi akan berbeda, bergantungpada banyak faktor, yakni
jenis komoditas yang akan diusahakan, skala usaha, tingkat kemajuan usaha,
kemampuan permodalan, beban manajemen, kemudahan komunikasi, hambatan
geografis, ketersediaan SDM, dukungan pemerintah, dan lain-lain. Karena itu,
model korporasi yang tepat untuk satu komoditas di suatu wilayah akan berbeda.
Secara sederhana, tahapan dalam memilih model tersebut terdiri atas tiga
langkah yang harus dijalankan secara berurutan sebagai berikut:
(1). Pertimbangan teknis (possible). Aspek teknis menjadi
pertimbangan utama dalam merancang dan merunutkan aktivitas dan proses sehingga
bisnis dapat dijalankan dengan baik. Dalam tahap ini perlu dipahami bisnis yang
akan dijalankan, teknologi yang akan diterapkan, lokasi untuk setiap kegiatan,
dan kebutuhan prasarana setiap aktivitas. Dalam konteks ini, maka tentu
kita tidak akan mengembangkan
usaha yang bahan bakunya tidak terjamin dan teknologinya tidak dikuasai.
Demikian pula pilihan gudang alat-mesin pertanian, perlu mempertimbangkan apakah harus satu atau dua tempat, bergantung pada jumlahdan
jarak antara gudang alat-mesin dengan lokasi persawahan.
(2). Ppertimbangan ekonomi (provitable). Setelah secara teknis “lulus”,
artinya mungkin dilaksanakan sesuai kaidah-kaidah teknik dan kelimuan, maka pertimbangan berikutnya adalah apakah bisnis
tersebut akan mendatangkan keuntungan atau tidak? Apakah suatu teknologi dapat menekan biaya dan meningkatkan nilai tambah,
dan apakah modal yang dibutuhkan mungkin dapat dipenuhi? Jika usaha dan teknologinyatelah dikuasai, namun dengan
keuntungan rendah, maka janganlah usaha tersebut dipilih. Misalnya, petani telah terampil
menghasilkan pupuk organik namun harga jualnya rendah dan tidak menguntungkan.
Dengan demikian, usaha pupuk organik tersebut sebaiknya dibatalkan saja
dulu.
(3). Pertimbangan manajerial (capable). Pertimbangan manajerial
dilakukan setelah satu bidang usaha
layak secara teknis dan ekonomi. Setelah itu baru diputuskan siapa
aktor yang mampu menjalankan suatu
bisnis, apakah Poktan, Gapoktan, atau koperasi? Dapat pula diserahkan kepada petani secara individual. Tidak semua
usaha diambil alih oleh koperasi.
Perlu diingat-ingat ya, ketiga pertimbangan ini sebaiknya diurutan dari 1, ke e, lalu ke 3. Pertimbangan teknis menjadi syarat awal, lalu finansial-ekonomi. Jika kedua pertimbangan ini telah "lulus", baru lah ditata kelembagaan nya.
Apa "kelembagaan"? Banyak makna "institution" memang. Namun, untuk konteks korporasi petani, yakni aktivitas rile pada level mikro, maka kelembagaan adalah:
Apa yang mau dilakukan + bagaimana melakukan + siapa yang akan melakukan?
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar