Dapat dikatakan bahwa sumber ide awal terlontarnya istilah “Korporasi
Petani” dari mulut Presiden, adalah dari kunjungan beliau ke perusahaan PT BUMR Pangan Terhubung di Desa Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kab Sukabumi
pada pertengahan 2017. Presiden begitu “terpesona” dengan gagasan dan
berjalannya perusahaan ini yang saat itu berhasil mengkonsolidasikan agribisnis
padi mulai dari hulu sampai hilir dalam satu manajemen.
Ini tentu saja sebuah “ide segar”, sebuah terobosan kelembagaan yang
spekatakuler. Mengapa demikian? Silahkan baca selengkapnya blog ini ….. hehe.
Ya, karena sekian puluh tahun pembangunan pertanian hanya berkutat pada
kelompok tani (KT) dan Gapoktan. KT seluas dusun, Gapoktan seluas desa.
Korporasi akan bekerja di atas itu. Mungkin seluas kecamatan.
Selain itu, istilah “korporasi” tidak dikenal dalam regulasi- regulasi
seputar pertanian. UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani hanya mengenal jenis “kelembagaan” menjadi “kelembagaan
petani” dan “kelembagaan ekonomi petani”.
Mohon dicatat penyebutan ini salah ya, mestinya ini adalah social
organization. Segala sesuatu yang ada pengurusnya, ada anggota nya,
dibentuk secara sengaja; adalah “organsiasi”. Adalah social
organization.
Objek ini tidak pernah disebut sebagai farmer institution.
Bahkan “farmer institution” tidak ada di google search engine.
Silahkan buktikan. Jadi Bapa Ibu, jangan sekali-kali lagi sebut “kelembagaan
petani”. Kalau “organisasi petani” OK.
Yap, mari kembali ke ide “korporasi” tadi. Perusahaan PT BUMR ini memiliki mitra dengan petani di
beberapa desa bahkan luar kecamatan dengan
jumlah anggota 1.253 orang petani.
Perusahaan memiliki empat program unggulan, yakni pinjaman modal budi daya padi
tanpa bunga, pengadaan benih unggul, pendampingan teknologi, dan asuransi
pertanian untuk gagal panen.
Intinya, Pa Presiden ingin ada perubahan paradigma dalam upaya
menyejahterakan petani ke depan. Perubahan tersebut iyalah dengan menguatkan
proses bisnisnya, tidak semata-mata pada on farm (budidaya)
nya saja.
Pa Presiden mengharapkan agar petani ke depannya memiliki sendiri
industri benih, aplikasi produksi modern, dan industri pengolahan pasca panen
yang modern. "Proses-proses agrobisnis inilah yang sebetulnya akan
memberikan nilai tambah yang besar," tutur Presiden.
Perusahaan melakukan pendampingan yang diberikan dalam bentuk pelatihan, khususnya untuk petani
muda, misalnya dalam pengaturan keserempakan tanam dan panen. Untuk pengadaan
benih bekerjasama dengan pemulia varietas unggul. Produksi anggota dibeli kembali oleh perusahaanuntuk
menghasilkan beras yang jelas asal usulnya, kualitas terjamin dengan
teksturnasi pulen dan wangi. Perusahaan juga membeli gabah dengan harga mitra,
diatas harga pembelian pemerintah (HPP). Perusahaan mengutamakan petani yang
rajin dan memiliki lahan untuk bergabun gagar keanggotaan tetap terjaga
dan investasi terjamin. Petani yang ingin menjadi anggota cukup mudah dan
berhak mendapat pinjaman tanpa agunan, dengan syarat memiliki lahan, rajin
bertani, memiliki KTP, dan kartu keluarga.
Bahkan, Presiden telah mengundang pengurus PT Badan Usaha Milik Rakyat
Pangan Terhubung (BUMR) ini ke Rapat Kabinet Terbatas di Istana Kepresidenan.
Mereka diundang untuk mempresentasikan cara bisnisnya ke sejumlah pejabat
di Kantor Presiden. Pa Presiden memerintahkan semua kementerian, pertanian
dan non pertanian, untuk mereplikasi model ini di wilayah lain. Ini lah yang
menjadi titik tolak bergeraknya berbagai K/L, misalnya gabungan BUMN, Bulog,
Bapenas, dan tentu saja Kementerian Pertanian.
****