Sabtu, 27 Maret 2021

Konsep “kelembagaan” dan “organisasi” dalam literatur berbahasa Indonesia

 

Penggunaan konsep “kelembagaan” dan “organisasi” dalam berbagai literature di Indonesia tidak mengikuti atau tidak merupakan terjemahan langsung dari konsep “institution” dan “organization” dalam literature berbahasa Inggris. Ini mengakibatkan kekacauan berfikir yang parah selama ini. Kekeliruan utamanya adalah menerjemahkan “institution” dan “organization” menjadi “lembaga” atau “kelembagaan”.  Menganggap dua hal yang berbeda menjadi satu makna saja.

Istilah “kelembagaan petani” dan “kelembagaan ekonomi petani” yang terdapat pada UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta UU No 16 tahun 2006 tentang Penyuluhahn Pertanian, Perikanan dan Kehutanan beserta regulasi turunannya, sesungguhnya adalah “organisasi” menurut literatur ilmiah (Syahyuti, 2013).

Dua konsep yang sangat popular saat ini adalah “kelembagaan petani” dan “kelembagaan ekonomi petani”. Istilah “kelembagaan petani” misalnya sesungguhnya keliru, karena tidak ada istilah “farmer institution” dalam literatur berbahasa Inggris. Istilah “kelembagaan petani” pada berbagai regulasi sesungguhnya menunjuk pada “farmer organization”, atau jika diindonesiakan mestinya menjadi “organisasi petani” atau boleh juga “Kelembagaan organisasi petani”.

Sesuai UU No 19 tahun 2013 tentang Pelrindungan dan Pemberdayaan petani, kelembagaan Petani adalah “lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk Petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan Petani”. Lalu, Pasal 70 (1): Kelembagaan Petani terdiri atas Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Asosiasi Komoditas Pertanian, dan Dewan Komoditas Pertanian Nasional. Dilanjutkan Ayat 2 bahwa “Kelembagaan Ekonomi Petani berupa badan usaha milik Petani”.

Berikutnya, “kelembagaan ekonomi petani” sesuai UU No 19 tahun 2013 tentang P3, adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan Usaha Tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi Usaha Tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Pasal 80 (1) menyebutkan bahwa BUMP dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani melalui Gabungan Kelompok Tani dengan penyertaan modal yang seluruhnya dimiliki oleh Gabungan Kelompok Tani. BUMP berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BUMP berfungsi untuk meningkatkan skala ekonomi, daya saing, wadah investasi, dan mengembangkan jiwa kewirausahaan Petani.

Untuk lebih mudahnya, Kelembagaan petani (KP) tidak berbadan hokum, yaitu berupa kelompok tani, P3A, UPJA, Gapoktan, Gabungan kelompok tani, KWT, Taruna Tani, Bumdes. Sedangkan, Kelembagaan ekonomi petani (KEP) disebut juga BUMP (Badan Usaha Milik Petani) adalah badan usaha petani yang berbadan hukum. Secara UU Perdata, yang berbadan hukum selain individu (orang) hanya ada tiga, yakni Yayasan, perusahaan (CV, PT, NV, UD, dll), dan koperasi.


*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar