Dalam Renstra Kementan 2020-2024 (Kementan, 2019), pengembangan Food Estate (FE) didasarkan kepada beberapa pertimbangan, antar lain: (1) peningkatan permintaan pangan dunia yang berkorelasi dengan pertumbuhan penduduk; (2) supply pangan dunia yang tidak sebanding dengan permintaan; (3) semakin tingginya laju alih fungsi lahan pertanian (khususnya Pulau Jawa dan Bali); (4) outflow devisa negara untuk pembiayaan impor beberapa komoditas pangan strategis; (5) ketersediaan lahan potensial untuk pangan cukup luas (di luar Pulau Jawa dan Bali) tetapi belum tergarap secara optimal kerena membutuhkan investasi besar dan perlu penangan yang lebih terpadu; (6) terbatasnya anggaran Pemerintah sehingga perlu peranan investor swasta Selain itu, khususnya sejak tahun 2020, pengembamgan FE juga dipicu oleh kekuatiran penyediaan pangan akibat pandemi Covid 19, Indonesia merasa perlu segera memiliki kawasan khusus produksi pangan berskala luas di satu kawasan terpadu, mencakup aspek hulu hingga hilir yang dikenal dengan sebutan sentra pangan (Food Estate / FE).
Pengembangan food estate bersifat multi aspek dan multi-dimensi yang melibatkan berbagai pihak terkait dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan kelembagaan yang sangat jeragaman tinggi. Dalam kontek regulasi dan kebijakan, kegiatan FE - sering disebut sebagai “Program Supr Prioritas” – memiliki basis pada RJPMN dan Renstra Kementan. Pada RPJMN Tahun 2020-2024 ditegaskan bahwa Pemerintah menetapkan Proyek Prioritas Strategis (Major Project) sebagai proyek terintegrasi yang disusun untuk mewujudkan RPJMN agar lebih konkrit dalam menyelesaikan isu-isu pembangunan, terukur dan manfaatnya langsung dapat dipahami dan dirasakan masyarakat.
Menurut Renstra Kementerian Pertanian 2020-2024, menyebutkan bahwa Food Estate merupakan “konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi yang mencakup pertanian pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan di suatu kawasan berskala luas dengan menggunakan sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, organisasi dan manajemen modern dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan lestari yang berwawasan lingkungan dan kelembagaan yang kuat, serta dikelola secara profesional, didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas”. FE diposisikan sebagai Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.
Pengembangan FE berbasis korporasi petani akan meningkatkan ketahanan pangan nasional dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya serta membuka peluang bisnis secara lebih rasional dan efisien mendukung peningkatan kesejateraan petani serta dikelola dengan manajemen korporasi petani yang kreatif dan inovatif sehingga mampu mewujudkan sistem produksi pangan yang maju, mandiri, dan modern serta berkelanjutan. Agar korporasi petani di kawasan FE diharapkan mampu meningkatkan diversifikasi produksi, nilai tambah, daya saing, serta pendapatan petani dibutuhkan dukungan dan komitmen yang kuat dan serius dari para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah.
Pengembangan kawasan food estate berbasis korporasi petani di lahan rawa Kalimantan Tengah dinilai sangat strategis dalam rangka mewujudkan Kalimantan Tengah sebagai salah satu Lumbung Pangan Nasional. Pengembangan kawasan food estate di Kalteng dirancang berdasarkan tiga pendekatan, yaitu: pengembangan kawasan/klaster, integrasi antarsektor dan subsector, dan pemberdayaan masyarakat lokal yang dilakukan secara terpadu antarmulti sektor dan bidang terkait yang dikelola melalui korporasi petani dengan satu sistem manajemen terpadu.
Khusus untuk program food state di Kalimantan Tengah menggunakan lahan rawa yang sebagiannya merupakan lahan eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektar. Sebagian lahan sudah dimanfaatkan sejak tahun 1980-an untuk usaha pertanian, khususnya padi, dan sebagian lainnya belum dimanfaatkan di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) maupun di kawasan Area Penggunaan Lain (APL). Lahan rawa di Eks PLG terdiri dari lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak yang dibentuk oleh tanah mineral dan gambut. Lahan sesuai untuk tanaman pangan di areal eks PLG yang disepakati bersama antara Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sekitar 770.600 hektar (ha).
Rancangan umum pengembangan area Food Estate Kalteng, dibagi atas kawasan dan klaster. Luas “kawasan” masing-masing seluas lebih kurang 10.000 ha, lalu setiap kawasan tersebut dibagi atas beberapa “klaster” dengan luasan 2.000 sampai 5.000 ha. Penetapan deliniasi kawasan dan klaster ini didasarkan atas wilayah administratif dipadukan dengan faktor geografis dan kesatuan secara sosial ekonomi, dengan menggunakan pertimbangan teknis, ekonomi, dan sosial kelembagaan. Pengembangan dan pengelolaan food estate ini akan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, kementerian lainnya, dan petani.
Dalam jangka pendek, model pengembangan food estate akan dikembangkan pada lahan sawah eksisting melalui intensifikasi, sedangkan perluasan areal baru (ekstensifikasi) akan dilaksanakan pada tahun 2021 dan seterusnya menyesuaikan dengan ketersediaan jaringan irigasi dan dukungan dari kementerian dan lembaga lain. Lahan yang dialokasikan untuk food estate sekitar 165.000 ha yang sebagian besar berlokasi di Eks PLG. Pada tahun 2020/2021 akan dikembangkan seluas 30.000 ha, selanjutnya tahun 2021 akan dilakukan intensifikasi dan rehabilitasi ringan pada sawah yang ditinggalkan seluas 55.000 ha sekaligus melakukan SID pada areal baru (ekstensifikasi) seluas 47.500 ha dan pada tahun 2022 SID pada areal baru seluas 32.000 ha. Pengembangan pada tahap awal seluas 30.000 ha yang dibagi menjadi tiga kawasan masing-masing seluas 10.000 ha, yakni 1 kawasan di Kabupaten Pulang Pisau dan 2 kawasan di Kabupaten Kapuas. Kawasan di Pulang Pisau terdiri atas 3 klaster, sedangkan di Kabupaten Kapuas terdiri 5 klaster. Di dalam kawasan ini dilakukan pula kegiatan dua unit Demfarm atau “Center of Excellence” (COE), masing-masing seluas 1.000 ha. CoE tersebut berada di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau serta Desa Terusan Karya dan Terusan Mulya, Kecamatan Bataguh, Kabupaten Kapuas.
Rencana pengembangan kawasan food estate di Kalimantan Tengah dinilai sangat strategis dan prospektif karena memiliki keunggulan komparatif dari berbagai aspek, seperti potensi sumber daya lahan yang produktif dan luas, sumber daya air dan iklim yang sesuai, serta modal sosial dan budaya yang mendukung. Sumber daya lahan rawa di Kalimantan Tengah seluas 4,3 juta ha. Lahan rawa yang potensial untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian produktif seluas 2,3 juta ha, terdiri dari lahan mineral 0,6 juta ha dan gambut 1,7 juta ha. Sebagian lahan rawa sudah dimanfaatkan untuk usaha pertanian, di antaranya padi sawah seluas 125.419 ha dan perkebunan kelapa sawit 377.680 ha. Sebagian lainnya belum dimanfaatkan berupa semak dan hutan belukar. Sedangkan lahan potensial yang sesuai untuk pengembangan pertanian di Eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) seluas 770.600 ha. Pilihan kebijakan pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah sebagai wilayah pengembangan food estate memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan agroekosistem lainnya seperti lahan kering atau tadah hujan.
Keunggulan lahan rawa antara lain: 1. Ketersediaan lahan cukup luas. 2. Sumber daya air melimpah. 3. Topografi relatif datar. 4. Akses ke lahan dapat melalui sungai dan sudah banyak jalan darat. 5. Lebih tahan deraan iklim. 6. Rentang panen panjang, khususnya padi, bahkan dapat mengisi masa paceklik di daerah bukan rawa. 7. Keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah cukup kaya. 8. Mempunyai potensi warisan budaya dan kearifan lokal yang mendukung.
Pengembangan food estate adalah suatu bentuk usaha pertanian skala besar yang berbasis klaster dan multikomoditas (tanaman pangan, hortikultura, ternak, perkebunan) yang dikembangkan dalam suatu sistem rantai nilai produksi yang terintegrasi hulu-hilir dengan mengembangkan mekanisasi modern, sistem digitalisasi, dan korporasi petani. Konsep dasar food estate diletakkan atas dasar keterpaduan sektor dan subsektor dalam suatu sistem rantai nilai produksi pangan yang berskala luas pada suatu kawasan pertanian. Food estate dibangun dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan lestari yang dikelola secara prosedural, didukung SDM berkualitas, menggunakan teknologi tepat guna, berwawasan lingkungan, dan kelembagaan yang kokoh. Food estate juga diarahkan pada pengembangan sistem agribisnis yang berakar kuat di perdesaan dan berbasis pemberdayaan masyarakat adat atau penduduk lokal yang merupakan landasan dalam pengembangan kawasan dan wilayah pertanian. Hasil dari pengembangan food estate bisa menjadi pasokan bagi ketahanan pangan nasional dan jika berlebih bisa dilakukan ekspor.
Dari uraian ini, maka apa yang disebut dengan “program food estate” lebih kurang dicirikan oleh hal-hal berikut:
- Pembangunan pertanian terpusat dalam satu kawasan yang tergolong luas, yang didukung oleh factor agroekologi zone yang sesuai, sehingga diperoleh keunggulan teknis dan efisiensi secara geografis.
- Mengembangkan komoditas pangan sebagai tanaman dominan, namun dapat dikombinasikan dengan tanaman perkebunan dan peternakan.
- Menerapkan teknologi yang paling baik, sehingga mampu mencapai produktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan komoditas sejenis di wilayah lain.
- Menggunakan
pendekatan konsolidasi usahatani (on farm) dan sekaligus bisnis off farm yang
dikelola oleh badan-badan usaha miliki petani secara langsung di dengan
membangun dan mengoperasikan korporasi petani.
*******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar