Sabtu, 10 Juli 2021

Food Estate Kalimantan Tengah

Pengembangan kawasan sentra produksi pangan (food estate) di lahan rawa Kalimantan Tengah memerlukan prinsip kehati-hatian yang tinggi, dimana pendekatan agroforestry menjadi melekat dalam pengembangan kawasan produksi pangan ini. Pengembangan kawasan sentra produksi pangan (food estate) akan dikembangkan secara inklusif agar dapat memperbaiki kondisi sosial ekonomi para produsen pangan skala kecil yang selama ini masih terpinggirkan baik secara ekonomi, sosial dan budaya.

Korporasi petani merupakan salah satu sarana yang akan dikembangkan karena memiliki potensi untuk menjadikan rantai nilai pangan menjadi lebih inklusif. Skala usaha fokus pada komoditas-komoditas pangan tertentu, penerapan teknologi digital dan keterpaduan dengan pengembangan ekonomi wilayah setempat, serta adanya kegiatan peningkatan nilai tambah di sektor hilir (agro-processing) sebagai penentu efisiensi dan daya saing dari produk pangan.

Berdasarkan pengalaman beberapa model pengembangan kawasan sentra produksi pangan (food estate) di Indonesia, terdapat beberapa prasyarat atau kunci sukses keberhasilan meliputi pengembangan berbasis kawasan, petani, pertanian terpadu, pelatihan dan pendampingan petani, kapitalisasi lahan petani, penguatan kelembagaan petani, infrastruktur yang teringrasi, modernisasi dan pertanian presisi, dan penerapan pertanian ramah lingkungan.

Visi pengembangan food estate di Kalimantan Tengah adalah “Terwujudnya kawasan sentra produksi pangan terpadu, modern dan berkelanjutan di Kalimantan Tengah untuk penguatan cadangan pangan nasional dan mendukung pengembangan Ibu Kota Negara”.

Tujuan yang akan dicapai diakhir tahun 2024 melalui pencapaian sasaran-sasaran sebagai berikut: (1)Terlaksananya penataan ruang dan pengembangan infrastruktur wilayah untuk kawasan sentra produksi pangan yang berkelanjutan; (2) Meningkatnya produksi, indeks pertanaman dan produktivitas pangan melalui pertanian presisi; (3)Terbangunnya sistem logistik, pengolahan dan nilai tambah, distribusi dan pemasaran berbasis digital; (4)Terbangunnya korporasi petani yang mampu dan berdayaguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani; (5) Meningkatnya daya dukung ekosistem hutan dan gambut untuk mendukung keberlanjutan kawasan sentra produksi pangan.

Kriteria zonasi untuk perlindungan ekosistem hutan dan gambut disusun dengan mempertimbangkan kondisi biogeofisik-lingkungan terkini. Kriteria tersebut bertujuan untuk mendelineasi zona lindung, zona budidaya terbatas (penyangga), zona budidaya dan zona pesisir. Arahan pengembangan sesuai dengan zonasi meliputi: arahan Perencanaan Kawasan Agro-forestry-perhutanan social dan pertanian konservasi ~ 19.500 ha; arahan Perencanaan Kawasan Agro-pasture Korporasi Petani dan Pertanian Presisi ~ 267.000 Ha; arahan Perencanaan Kawasan Intensifikasi Sawah Agro-Fisheries Korporasi Petani & Pertanian Presisi ~ 61.500; arahan Perencanaan Kawasan Intensifikasi Sawah Korporasi Petani dan Pertanian Presisi ~ 21.700Ha; arahan Perencanaan Kawasan Intensifikasi Sawah

Petani Skala Kecil dan Pertanian Konservasi ~ 999 Ha; arahan Perencanaan Kawasan Paludiculture ~ 2.400 Ha; arahan Perencanaan Kawasan Sawah/Lahan Pasang Surut Korporasi Petani dan Pertanian Presisi ~ 5.500 Ha; Arahan Perencanaan Kawasan Silvo[1]fishery Korporasi Petani & Pertanian Presisi ~ 4.800 Ha; arahan Perencanaan Kawasan Intensifikasi Sawah Non-Irigasi Korporasi Petani & Pertanian Presisi ~ 6.400 Ha; arahan Perencanaan Kawasan Optimasi Sawah/Lahan Non-Irigasi Korporasi Petani, Pertanian Presisi ~ 939 Ha, dan Sawah/Lahan Pasang Surut Non-Irigasi Korporasi Petani dan Pertanian Presisi ~ 340 Ha. Aspek peningkatan produksi dan produktivitas dalam master plan food estate menyangkut unsur spatial, pilihan teknologi dan pengelolaan resiko, agar tidak mengulang kasus perusakan lahan gambut atau bergambut yang notabene sangat sensitive disbanding ekosistem lainnya. Pengembangan food estate focus utamanya adalah memproduksi bahan pangan beras sebagai makanan pokok, kemudian diikuti dengan palawija dan sayuran, produksi pangan hewani – baik dari ternak dan perikanan – dan bahan pangan lainnya. Intensifikasi menekankan pada praktik budidaya atau produksi untuk peningkatan intensitas tanam dan peningkatan produktivitas lahan dengan memberikan input produksi yang lengkap dan berimbang, mencakup irigasi dengan pengelolaan air tingkat system dan on-farm, penggunaan bibit unggul, pemupukan dan ameliorasi, pengendalian OPT, penerapan mekanisasi pertanian dalam pengolahan tanah, tanam dan pemanenan. Intensifikasi lebih difokuskan pada lahan sawah beririgasi. Pengembangan KSPP dilakukan dengan menerapkan pertanian dan sistem usahatani yang terintegrasi.

Konsep agribisnis diterapkan untuk bisa mengintegrasikan kegiatan usahatani yang ada. Penerapan usahatani yang terintegrasi ini menyarankan kepada petani untuk mengembangkan dan memperluas usahanya yang tidak hanya produksi saja. Usahatani diarahkan untuk memperbaiki sisi hulu misalnya penyediaan sarana produksi, dan juga memperbaiki dan meningkatkan sisi hilir dengan memperbaiki penanganan pasca panennya. Peningkatan usahatani ini tentunya mengasumsikan adanya perbaikan sistem pendukung dalam usaha tani seperti logistik dan pendukung distribusi.

Strategi pengembangan kelembagaan Korporasi Petani dan KSPP dirumuskan berdasarkan indikator yang telah disusun sebelumnya yaitu : [1] penumbuhan poktan baru, [2] revitalisasi poktan non aktif, [3] pemetaan poktan aktif, [4] peningkatan kelas kemampuan poktan menjadi madya dan utama, [5] penumbuhan gapoktan baru, [6] peningkatan kemampuan gapoktan dalam fungsi agribisnis, [7] peningkatan gapoktan menjadi kelembagaan ekonomi petani, [8] pembentukan korporasi petani, dan [9] pembentukan KSPP. Pemulihan dan konservasi ekosistem hutan dan gambut disusun dengan mempertimbangkan karakteristik ekosistem hutan dan gambut, kondisi ekologis dan hidrologis gambut, keberadaan lahan kritis dan sebaran wilayah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sepanjang periode 2015-2019. Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan daya dukung ekosistem hutan dan gambut dalam mendukung keberlanjutan kawasan sentra produksi pangan.

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar