Ada sedikit pertanyaan, apakah korporasi petani akan sejalan dengan
ideologinya pemberdayaan global saat ini, yakni “public-private partenership” (PPP)? Saya kira, ya. Sejalan-sejalan
saja, ga usah kuatir. Sesuai penjelasan di atas, korporasi dikembangkan dengan basis bisnis, bukan
“basis prorgam”. Sesuai teori, untuk bisnis yang paling efisien ya relasi
pasar, ya oleh pelaku pasar. Itulah perusahaan-perusahaan swasta (private).
Apa PPP? “Public-private
partenership is a long-term contract between a private party
and a government entity, for providing a public asset or service, in which the
private party bears significant risk and management responsibility, and
remuneration is linked to performance". Simpelnya: PPP adalah kemitraan
antara pemerintah, masyarakat, dan pemerintah. Artinya, semua pelaku bisnis
yang ada di lapangan diajak kerjasama, tidak disingkirkan.
PPP
ini menjadi andalan lembaga-lembaga pemberdayaan dunia dalam pemberdayaan
masyarakat, misalnya Fao dan Worldbank.
Serasi mestinya tidak meng-exluded pelaku-pelaku lain yang sudah eksis.
Jika untuk menjalankan mesin huller canggih gunakan pengusaha-pengusaha yang
sudah ada. Mereka sudah faham betul masalah mesin, sudah puluhan tahun. Mereka
ini juga “petani. Dalam UU 16 tahun 2006 mereka disebut dengan “pelaku usaha”.
Mereka juga aset bangsa. Tidak disingkirkan, tapi diajak kerjasama.
Selain Kementan, Kemendes dan
grup BUMN sesungguhnya juga sudah menginisiasi perusahaan-perusahaan petani
dengan bentuk dan tujuan yang sama dengan apa yang disebut dengan “korporasi
Petani” dalam Permentan No 18 tahun 2018. Mereka menyebut kegiatan tersebut
dengan “Pembinaan dan Digitalisasi Sistem Pertanian” atau “Layanan Kewirausahaan Petani Melalui
Digitalisasi Dan Korporasi Pertanian”. Kedua konsep ini memiliki banyak
kesamaan, yaitu sama-sama membentuk organisasi usaha ekonomi formal berupa
perusahaan berada di level kecamatan. Namun demikian, strategi pengembangannya berbeda. Terbalik dengan
Kementan yang menggunakan strategi dari bawah, yakni menumbuhkan
korporasi-korporasi petani dengan mengembangkan dari Gapoktan-Gapoktan di desa;
Kemendes dan BUMN memulai dari atas dengan menyediakan sumber permodalannya di
tingkat nasional.
Pada 4 April 2017 misalnya telah dilakukan
Penandatanganan Akta Notaris Pendirian PT Mitra BUMDes Nusantara. PT Mitra
BUMDes Nusantara dibentuk sebagai holding untuk mengkoordinir BUMDes-BUMDes
dengan kepemilikan saham 51% PT Mitra BUMDes Nusantara dan 49% BUMDes.
Kesepakatan ini dilakukan berbagai pihak di antaranya Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), BULOG, dan BUMN lain. Tujuan pokoknya adalah
agar seluruh BUMDes di seluruh desa memiliki pendampingan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi pedesaan.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar