Minggu, 15 Maret 2020

Apakah Korporasi Petani menerapkan PPP?


Ada sedikit pertanyaan, apakah korporasi petani akan sejalan dengan ideologinya pemberdayaan global saat ini, yakni “public-private partenership” (PPP)? Saya kira, ya. Sejalan-sejalan saja, ga usah kuatir. Sesuai penjelasan di atas, korporasi  dikembangkan dengan basis bisnis, bukan “basis prorgam”. Sesuai teori, untuk bisnis yang paling efisien ya relasi pasar, ya oleh pelaku pasar. Itulah perusahaan-perusahaan swasta (private). 

Apa PPP? “Public-private partenership is a long-term contract between a private party and a government entity, for providing a public asset or service, in which the private party bears significant risk and management responsibility, and remuneration is linked to performance". Simpelnya: PPP adalah kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan pemerintah. Artinya, semua pelaku bisnis yang ada di lapangan diajak kerjasama, tidak disingkirkan.  

PPP ini menjadi andalan lembaga-lembaga pemberdayaan dunia dalam pemberdayaan masyarakat, misalnya Fao dan Worldbank.  Serasi mestinya tidak meng-exluded pelaku-pelaku lain yang sudah eksis. Jika untuk menjalankan mesin huller canggih gunakan pengusaha-pengusaha yang sudah ada. Mereka sudah faham betul masalah mesin, sudah puluhan tahun. Mereka ini juga “petani. Dalam UU 16 tahun 2006 mereka disebut dengan “pelaku usaha”. Mereka juga aset bangsa. Tidak disingkirkan, tapi diajak kerjasama.

Selain Kementan, Kemendes dan grup BUMN sesungguhnya juga sudah menginisiasi perusahaan-perusahaan petani dengan bentuk dan tujuan yang sama dengan apa yang disebut dengan “korporasi Petani” dalam Permentan No 18 tahun 2018. Mereka menyebut kegiatan tersebut dengan “Pembinaan dan Digitalisasi Sistem Pertanian”  atau “Layanan Kewirausahaan Petani Melalui Digitalisasi Dan Korporasi Pertanian”. Kedua konsep ini memiliki banyak kesamaan, yaitu sama-sama membentuk organisasi usaha ekonomi formal berupa perusahaan berada di level kecamatan. Namun demikian, strategi  pengembangannya berbeda. Terbalik dengan Kementan yang menggunakan strategi dari bawah, yakni menumbuhkan korporasi-korporasi petani dengan mengembangkan dari Gapoktan-Gapoktan di desa; Kemendes dan BUMN memulai dari atas dengan menyediakan sumber permodalannya di tingkat nasional.

Pada 4 April 2017 misalnya telah dilakukan Penandatanganan Akta Notaris Pendirian PT Mitra BUMDes Nusantara. PT Mitra BUMDes Nusantara dibentuk sebagai holding untuk mengkoordinir BUMDes-BUMDes dengan kepemilikan saham 51% PT Mitra BUMDes Nusantara dan 49% BUMDes. Kesepakatan ini dilakukan berbagai pihak di antaranya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT),  BULOG, dan BUMN lain. Tujuan pokoknya adalah agar seluruh BUMDes di seluruh desa memiliki pendampingan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi pedesaan. 

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar