Kementerian Pertanian (Kementan) didorong membangun
sistem pertanian yang bersifat korporasi untuk menciptakan sistem pertanian
berkelanjutan dan mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Hal itu juga dapat
meningkatkan kesejahteraan petani dan bantuan pemerintah dapat terdistribusi
lebih efektif dan produktif.
Anggota
Komisi IV DPR Mindo Sianipar menilai, pemberian bantuan pertanian kepada
petani, baik itu alat sistem pertanian (alsintan), benih, maupun pupuk ternyata
tidak membuahkan hasil yang konstruktif sehingga mensejahterahkan petani dan
menghantar Indonesia menuju swasembada pangan. Justru tampak pembagian bantuan
ke petani sebagian besar tidak efektif.
“Jadi
jangan hanya sekedar memberikan bantuan tanpa membangun sistem tidak akan
efektif. Pada akhirnya keberlanjutan dan kemandirian petani tidak terbangun,”
kata Mindo Sianipar, dalam keterangan tertulis, Senin (23/9).
Politisi
PDI-Perjuangan ini menyarankan agar Kementan meng-korporasikan petani dalam
memproduksi pangan, untuk mewujudkan skala ekonomi pengelolaan lahan persawahan
dan tanaman lainnya yang berlangsung kolektif dengan luas yang besar mencapai
ribuan hektare (ha). Setelah itu,
Kementan mendukungnya dengan sistem pengelolaan untuk memacu good agriculture practices (GAP)
dan melibatkan penggunaan alsintan dan benih.
“Demikian
halnya untuk pengolahan hasil harus dilakukan melalui satu processing yang dilengkapi
peralatan yang efisien serta dilakukan secara korporasi. Melalui korporasi maka
biaya produksi dapat ditekan dan meningkatkan potensi margin,” terang Mindo
yang sudah dua decade sebagai anggota DPR. Sementara
itu, dari sisi suplai, pemerintah wajib memberikan subsidi harga
pembelian baik tanaman pangan ataupun komoditas lainnya. Sebab pertanian itu
bukan hanya tanaman pangan, disana ada perkebunan, hortikultura serta
peternakan. “Sehingga dengan begitu petani dapat memperoleh insentif dari
penjualan hasil pertaniannya,” terang Mindo.
Sementara
di sisi lain, Mindo menyarankan, konsumen tidak dibebani harga pangan yang
lebih tinggi. Contoh kecilnya harga gabah dapat dipertahankan agar stabil. Dana
untuk stabilisasi harga dapat diperoleh dari kutipan terhadap impor beras.
“Jadi
dalam hal ini harus menciptakan pola-pola yang dapat melibatkan perusahaan.
Baik perusahaan milik negara ataupun perusahaan milik swasta melalui pola inti
plasma,” saran Mindo.
Mantan
Menteri Pertanian Bungaran Saragih secara terpisah mengatakan, model
pembangunan ekonomi agribisnis Indonesia merupakan model kemitraan atawa
korporasi petani. Model kemitraan secara bersama secara kreatif mencari solusi
untuk lebih produktif dan efisien dipihak petani dan inti.
Tapi
bukan kemitraan yang membawa pada kemunduran. Namun kemitraan yang membawa
kemajuan bersama-sama dan kesejahteraan bersama-sama. “Kita mau model kemitraan
yang saling mempercayai, yaitu model kemitraan yang berpikir jangka panjang,”
terang Bungaran. Namun, Bungaran
mengingatkan untuk membuat kemitraan yang terpenting adanya kesadaran bahwa
kemitraan harus dilakukan bersama-sama, sehingga bisa tumbuh bersama. Sebab, suatu permasalahan antara perusahaan dan
petani yang tidak ada titik temunya jika tidak ada kepercayaan satu sama lain.
Jadi kalau mau ada trust atau kepercayaan maka harus ada yang memulainya, bisa
dipercaya apakah dari inti atau plasma atau bersama-sama.
“Barangkali
pada mulanya tidak dipercayai. Tapi kalau kita terus menerus bisa dipercaya,
orang lain akan percaya. Sehingga kemitraan itu kuncinya kepercayaan,” pungkas
Bungaran.
Sumber: Kontan 23 September
2019 - https://industri.kontan.co.id/news/kementan-didesak-membangun-korporasi-pertanian-untuk-mewujudkan-swasembada-pangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar