Minggu, 15 Maret 2020

Apakah sama korporasi dengan Corporate Farming ?


Jawabannya: BEDA. Beda banget. Corporate farming bermain di onfarm, korporasi bermain di off farm.

Korporasi tidak mengganggu gugat urusan petani di lahan (setidaknya untuk sementara). Petani silakan semai benih, mencangkul, membajak, menama, menyemprot, panen, jual; silahkan. Itu urusan petani. Korporasi MELAYANI PETANI. Korporasi adalah wujud dari mimpi petani selama ini. Mimpi yang rutin saban malam mendatangi petani adalah bagaimana caranya beli benih yang bagus tepat waktu, bagaimana bisa dapat pupuk murah dan bagus, dan bagaimana dapat air teratur, dan bagaimana pas nanti panen harga jual tinggi ga dipermainkan tengkulak.

Jadi, jika agribisnis kita bagi tiga (input, proses, dan output), maka korporasi bermain di input dan output, petani di proses. Yaitu menyediakan input yang bagus dan murah, dan membeli hasil petani dengan harga bagus. Lihat betapa indahnya niat korporasi. Tentu ga akan ada petani yang menolak.
Korporasi tidak hendak mengulang kegagalan program corporate farming yang lalu. Corporate farming pernah diujicobakan di beberapa lokasi di Indonesia untuk komoditas padi tahun 2000, lebih kental pada nuansa konsolidasi lahan yang dibalut dengan  penyatuan manajemen usahatani. Pernah digulirkan rencana rice estate dengan target 100.000 ha. Landasan ilmiah nya adalah karena tidak ekonomisnya pengusahaan karena penguasaan lahan petani padi yang sudah sangat sempit terutama di Jawa yakni di bawah 0,3 ha per rumah tangga. Dengan penyatuan lahan-lahan yang sempit ini kepada satu manajemen, maka akan dicapai efisiensi teknis dan ekonomis.

Dalam pola ini para petani yang memiliki lahan sempit dapat menyerahkan pengelolaan lahannya kepada suatu organisasi agribisnis melalui perjanjian kerja sama ekonomi. Jadi petani selaku pemegang saham sesuai luas kepemilikannya. Melalui corporate farming akan mampu ditingkatkan produktivitas lahan karena menggunakan teknologi paling unggul, dimana beberapa teknologi menuntut skala minimal agar lebih ekonomis misalnya operasional traktor pengolah tanah.

Ini tentu ide yang bagus. Namun hambatannya lebih pada sosiologis-psikologis. Petani yang lahannya segitu-gitunya rasa ga percaya, apalagi jika pematangnya dihancurkan demi efisiensi kerja mesin.


****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar