Jawabannya: BEDA. Beda
banget. Corporate farming bermain di
onfarm, korporasi bermain di off farm.
Korporasi tidak mengganggu gugat urusan petani di lahan
(setidaknya untuk sementara). Petani silakan semai benih, mencangkul, membajak,
menama, menyemprot, panen, jual; silahkan. Itu urusan petani. Korporasi MELAYANI
PETANI. Korporasi adalah wujud dari mimpi petani selama ini. Mimpi yang rutin
saban malam mendatangi petani adalah bagaimana caranya beli benih yang bagus
tepat waktu, bagaimana bisa dapat pupuk murah dan bagus, dan bagaimana dapat
air teratur, dan bagaimana pas nanti panen harga jual tinggi ga dipermainkan
tengkulak.
Jadi, jika agribisnis kita bagi tiga (input, proses, dan
output), maka korporasi bermain di input dan output, petani di proses. Yaitu
menyediakan input yang bagus dan murah, dan membeli hasil petani dengan harga
bagus. Lihat betapa indahnya niat korporasi. Tentu ga akan ada petani yang
menolak.
Korporasi
tidak hendak mengulang kegagalan program corporate
farming yang lalu. Corporate farming
pernah diujicobakan di beberapa lokasi di Indonesia untuk komoditas padi tahun
2000, lebih kental pada nuansa konsolidasi lahan yang dibalut dengan penyatuan manajemen usahatani. Pernah
digulirkan rencana rice estate dengan
target 100.000 ha. Landasan ilmiah nya adalah karena tidak ekonomisnya
pengusahaan karena penguasaan lahan petani padi yang sudah sangat sempit
terutama di Jawa yakni di bawah 0,3 ha per rumah tangga. Dengan penyatuan
lahan-lahan yang sempit ini kepada satu manajemen, maka akan dicapai efisiensi
teknis dan ekonomis.
Dalam pola ini
para petani yang memiliki lahan sempit dapat menyerahkan pengelolaan lahannya
kepada suatu organisasi agribisnis melalui perjanjian kerja sama ekonomi. Jadi
petani selaku pemegang saham sesuai luas kepemilikannya. Melalui corporate farming akan mampu
ditingkatkan produktivitas lahan karena menggunakan teknologi paling unggul,
dimana beberapa teknologi menuntut skala minimal agar lebih ekonomis misalnya
operasional traktor pengolah tanah.
Ini tentu ide
yang bagus. Namun hambatannya lebih pada sosiologis-psikologis. Petani yang
lahannya segitu-gitunya rasa ga percaya, apalagi jika pematangnya dihancurkan
demi efisiensi kerja mesin.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar