Mulai
tengah tahun 2017, sehabis Presiden mengunjungi PT Badan Usaha Milik Rakyat
(BUMR) Pangan Terhubung di Sukabumi, jagad pertanian ramai dengan perbincangan tentang “korporasi petani”. Sebelumnya, sudah
lebih dari lima dekade, kita hanya mengenal konsep “kelembagaan petani” yakni kelompok tani dan Gapoktan.
Presiden
menyebut "korporasi petani" sebagai sebuah bentuk manajemen baru
dalam pengelolaan agribisnis terutama padi. Hal ini semakin menguat ketika
dibahas dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang khusus membahas bagaimana
"Mengkorporasikan Petani". Bayangan tentang korporasi lebih kurang adalah suatu usaha secara
menyeluruh dari mulai pengolahan sampai penjualannya, termasuk pengemasan yang
modern. Selain itu,
pada level on farm, usahatani padi
juga dijalankan dengan melibatkan IT untuk mengetahui lokasi lahan, kondisi lahan,
termasuk sistem pemasarannya secara daring.
“Korporasi” (corporation)
adalah “.... a company, a group of people or an
organization authorized to act as a single entity (legally a person) and recognized as such in law”. Beberapa kata kunci untuk menjelaskan nya adalah:
business, company, firm, enterprise,
organization, establishment, corporate body. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indoneisa (KBBI) “korporasi” adalah badan usaha yang
sah; badan hukum; perusahaan atau badan usaha yang sangat besar atau beberapa
perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai satu perusahaan besar. Kata corporate biasa digunakan
untuk menggambarkan sebuah perusahaan besar atau induk perusahaan.
Artinya, perusahaan tersebut merupakan perusahaan inti yang memiliki
bermacam-macam anak perusahaan di bawahnya. Korporasi biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah perusahaan yang
besar, memiliki banyak anak perusahaan, sudah berdiri lama, terbukti tangguh,
dan telah memberikan keuntungan yang besar.
Kira-kira demikian pula lah korporasi. Korporasi nantinya harus mampu
menyediakan semua kebutuhan petani. Jika agribisnis dibagi 3 segmen, maka
gambarannya adalah:
- Di level penyedian input usahatani (off farm hulu): menyediakan benih, pupuk, modal, bahkan menyewakan lahan untuk petani.
- Di level on farm: mendampingi petani dalam teknologi, mengatur jadwal tanam, menata keserempakan kegiatan di lapang, dll
- Di level hilir (off farm hilir): menampung produk petani, mengolah menjadi lebih bernilai (misalnya beras premium), dan memasarkannya.
Satu kunci yang penting adalah keuntungan atau nilai tambah yang diperoleh
dari seluruh aktivitas bisnis tersebut haruslah dikembalikan ke petani. Ini lah
bedanya “korporasi petani” dengan hanya “korporasi”.
Pada tahap awal setidaknya, untuk mengantisipasi “penolakan” dari petani,
maka korporasi tidak bermain dulu di on farm. Biarlah on farm dipegang petani-petani
secara individual. Menanam, ngolah tanah, menyiang, memeriksa air, menyemprot,
sampai ke panen kapan; biarlah itu dikerjakan petani secara mandiri. Korporasi
cukup ambil pada segemn 1 dan 3.
Maka itu, tidak mungkin ide “korporasi” petani akan ditolak petani. Karena
itu lah mimpi petani selama ini sebenarnya, yakni ada yang mengurus off farm
hulu dan off farm hilir secara baik. Mereka tinggal kerja di sawah dan ladang
tanpa kuatir.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar