Tiga, Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Petani: KEP berbadan Hukum Koperasi
Pilihan badan hokum kopersi untuk KEP merupakan opsi yang sangat tepat, karena selain mudah dalam pendirian, sederhana manajemen dan administrasi, dan tentu saja sejalan dengan ruh perekonomian kerakyatan yang telah lama diusung pendiri bangsa ini yakni Bung Hatta. Merupakan langkah yang tepat sekali, ketika tanggal 27 Januari 2020, telah dilakukan penandatangan MOU antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Koperasi dan UMKM untuk bekerjasama dalam pengembangan korporasi petani.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sepakat membangun korporasi petani berbasis koperasi bersama Kementerian Pertanian (Kementan). Salah satu syarat utama terwujudnya korporatisasi petani adalah adanya kelembagaan ekonomi petani yang kuat, dan koperasi yang dipilih untuk menyatukan petani dalam satu badan usaha berbadan hukum yang kuat. MoU antara dua kementerian ini terkait pengembangan “Korporasi Petani Berbasis Koperasi dalam Rangka Industrialisasi Pertanian” berlangsung saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian Tahun 2020 di Hotel Bidakara, Jakarta. Koperasi menjadi instrumen yang paling mungkin mengkonsolidasikan lahan-lahan kecil. Dengan mengkonsolidasikan pembiayaan, dan melakukan kemitraan dengan usaha besar, bahkan mengakses pasar dalam porsi lebih berkeadilan.
Hal ini disampaikan dalam berita resmi di laman Kementan (“Kementan - Kemenkop UKM Kembangkan Bisnis Dengan Korporatisasi Pertanian”. https://www.pertanian.go.id/... ). Kementan bersama Kementerian Koperasi dan UKM (kemkop UKM) bekerja sama untuk segera mengembangkan bisnis dalam pengelolaan tani dengan mengkorporatisasikan usaha pertanian dari hulu sampai hilir mencakup on farm dan off farm. Koperasi bisa menjadi instrumen yang bisa mengonsolidasikan lahan-lahan yang kecil-kecil menjadi berskala besar. Dengan koperasilah yang akan menjaga setiap anggota mendapatkan keuntungan yang sama, dan bilamana rugi resikonya dibagi ke seluruh anggota sehingga ruginya tidak terasa
Ruang lingkup MOU Kementan dengan Kemenkop tersebut menyatakan bahwa:
1. Penguatan dan pengembangan kelompok petani ke dalam Koperasi
2. Pendampingan untuk pengembangan koperasi
3. Pengembangan jejaring kerjasama kemitraan usaha KORPORASI PETANI
4. Fasilitasi akses teknologi, permodalan dan pemasaran
5. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (petani, koperasi dan korporasi)
Koperasi merupakan satu organisasi milik masyarakat yang sangat diandalkan pemerintah semenjak dahulu sebagai wadah dan alat untuk memperkuat posisi ekonomi dan sosial masyarakat. Tidak mudah membentuk, menjalankan, dan mempertahankan koperasi. Koperasi tidak saja menjadi wadah ekonomi, tetapi juga harus mampu sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat. Dalam UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, pasal 4 disebutkan bahwa fungsi koperasi adalah sebagai alat perjuangan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, alat pendemokrasian ekonomi nasional, salah satu urat nadi perekonomian, dan pembina masyarakat untuk memperkokoh ekonomi bangsa. The United States Agency for International Development (USAID) berpendapat bahwa: “…cooperation can increase technology use, speed market penetration, attract investment, facilitate contract enforcement, and achieve more favorable policies”. Sementara organisasi buruh ILO menekankan peranan koperasi “…in freedom of association, democracy, and provision of services to the socially excluded and in areas neglected by the state and private sector (ILO 2004).
Koperasi berpotensi menjadi agen pembangunan perdesaan yang potensial. World Bank sebagai contoh, bersikap bahwa melalui pengembangan koperasi dapat dicapai peningkatan ketahanan pangan, serta mendorong keterlibatan pembuat kebijakan untuk pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan. Koperasi juga dapat menjadi agen dalam pengurangan kemiskinan (poverty alleviation). Dalam McKone (1990), program People’s Participation Programme (PPP) dilakukan pada 10 negara berkembang di Africa, Asia and Latin America, mulai tahun 1979; tekanannya pada the formation of small, self-reliant groups of the rural poor. PPP mencakup Rural organizations Action Programme (ROAP) dan Small Farmers Development Programme (SFDP).
Meskipun koperasi sudah dikenal di seluruh belahan dunia, namun bentuk dan cara operasinya berbedabeda. Dalam UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian disebutkan: “Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Batasan ini sedikit berbeda dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pada Pasal 1 disebutkan: ”Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Sedangkan menurut The International Cooperative Alliance (ICA)7 , koperasi adalah: “…an autonomous association of persons united voluntarily to meet their common economic, social,and cultural needs and aspirations through a jointly owned and democratically controlled enterprise”.
Dengan membangun koperasi, berarti dimulai satu langkah pertama untuk membangun sebuah masyarakat demokratik dan egaliter dalam arti yang sebenarnya. Dalam ilmu koperasi, manusia dipelajari tidak hanya sebagai homo-ekonomikus yang rasional dan selalu mengejar untung sebesar-besarnya, serta selalu mengejar kepuasan maksimum dalam mengonsumsi. Koperasi pertanian di negara berkembang umumnya tidak efisien (financially vulnerable) dan juga tidak efektif (ineffective). Berbagai strategi telah dikembangkan untuk memperkuatnya. Secara teoritis, koperasi pertanian dapat menciptakan pendapatan dari banyak sisi, mulai dari penjualan input ke petani sampai penjualan hasil pertanian ke luar. Uang yang diperoleh dapat digunakan untuk membayar jasa penyuluhan (extension) misalnya, untuk menyusun rencana bisnis (business planning) dan tentu saja untuk administrasi.
Ciri pokok koperasi adalah ia dapat menjalankan peran apapun. Bahkan, Gapoktan atau bahkan kelompok tani sekalipun bisa digantikan koperasi. Kunci koperasi yang berjalan baik adalah: “…. their capacity to arrange for major investments and a continuous flow of raw materials”. Partisipasi anggota, yang sebenarnya berlaku untuk bentuk organisasi apa pun adalah (Shingi dan Bluhm 1987) seberapa besar kebergantungan anggota pada jasa dan layanan koperasi, jaminan bahwa jasa layanan dan output tersebut tersedia, tingkat di mana bahwa output tadi hanya akan tersedia sebagai sebuah tindakan kolektif. Artinya, jika seorang individual saja bisa mengerjakannya, untuk apa menjalankannya bersama-sama? Kondisi lainnya adalah tingkat di mana rewards yang berasal dari tindakan kolektif akan terbagi secara adil, lalu seberapa jaminan bahwa reward akan sampai pada waktu yang tidak terlalu lama (reasonable time frame), serta tingkat di mana reward yang diterima sepadan dengan biaya dan usaha yang diberikan untuk partisipasi yang berkelanjutan. Artinya, apakah jika ia terus berpartisipasi, maka reward-nya juga akan terus diperoleh?
Sesuai dengan UU 25 tahun 1992, PP No 4 tahun 1994, dan Permenkop No 10 tahun 2015 Koperasi Primer dapat didirikan minimal 20 orang anggota. Namun dalam aturan terbaru yakni UU cipta Kerja tahun 2020, ketentuan ini cukup 9 orang. Lalu, khusus untuk Koperasi sekunder, ketentuannya adalah sbb.:
1. Pusat Koperasi dapat didirikan minimal oleh 3 unit koperasi primer, dengan wilayah kabupaten/kota, setelah koperasi primer berdiri minimal 3 tahun.
2. Gabungan Koperasi juga harus didirikan minimal oleh 3 unit Pusat Koperasi, dengan cakupan wilayah kerja level propinsi.
3.
Induk Koperasi berdiri
minimal oleh 3 unit Gabungan Koperasi, dengan wilayah kerja level nasional.
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar