Dalam
korporasi petani, keberadaan kelembagaan tetap dipertahankan, sehingga
korporasi petani akan berisi seluruh KP dan KEP yang ada dalam satu kawasan
(lihat gambar). Contoh pembagian peran
antara KP dan KEP untuk berbagai aktivitas agribisnis disampaikan pada Tabel
berikut. KP akan lebih banyak berperan secara internal, sedangkan KEP karena
merupan entiatas hokum (berbadan hokum) akan lebih banyak berperan ke luar, misalnya
mendapatkan kontrak penyaluran pupuk bersubsidi dari PT Pupuk Indonesia,
mendapatkan pinjaman dari bank komersial, serta juga berhubungan dengan BUMD
semisal food station Jakarta untuk pemasaran beras, dll.
Gambar: Korporasi
petani dijalankan oleh kerjasama kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi
petani
Secara umum, penumbuhan KP dan KEP dalam korporasi
petani berpedoman kepada 10 prinsip dasar berikut, yaitu:
1.
Prinsip
bertolak atas kenyataan yang ada (existing
condition). Tiap masyarakat memiliki sejarahnya sendiri. Kondisi yang ada
harus menjadi dasar pengembangan.
2.
Prinsip
kebutuhan. Pertanyaan yang harus dijawab adalah: apakah memang perlu sebuah KP
atau KEP? Apakah, masyarakat memang sungguh-sungguh membutuhkan? Apakah itu
lebih ekonomis? Jika tidak perlu, mungkin dapat disatukan dengan KP/KEP lain.
Contoh, jika koperasi sudah mampu menyediakan permodalan, mungkin di kelompok
tani tidak perlu lagi dibuat unit pengembangan simpan pinjam. Penelitian IFAD
(Roy, et al. 2006) menekankan pentingnya memperkuat organisasi petani yang
telah ada (existing farmers organisations),
alih-alih membentuk yang baru.
3.
Prinsip
berpikir dalam kesisteman. Selalulah mengimajinasikan sistem ”sistem
agribisnis” secara keseluruhan. Apapun organisasi yang dibangun di dalamnya
mestilah didasarkan kepada analisis sistem tersebut. Jangan berpikir parsial
dan temporal.
4.
Prinsip
partisipatif. Pada hakikatnya, seluruh keputusan dan aksi haruslah merupakan
kesepakatan semua pihak. Pembentukan organisasi petani (KP dan KEP) yang
didasarkan atas keinginan dan kesadaran sendiri tentu akan menumbuhkan rasa
memiliki yang sesungguhnya.
5.
Prinsip
efektifitas. Organisasi (KP dan KEP) hanyalah alat, bukan tujuan. Jadi,
berpikirlah pada hasil akhir. Membangun organisasi (baru atau revitalisasi yang
lama) harus dapat diposisikan sebagai salah satu langkah menuju tujuan
tersebut.
6.
Prinsip
efisiensi. Apakah dengan membentuk satu KP atau KEP baru akan lebih murah,
lebih mudah, dan lebih sederhana? Keefisienan mencakup dua kategori, yaitu
secara keseluruhan, atau secara bagian per bagian.
7.
Prinsip
fleksibilitas. Sesungguhnya tidak ada acuan baku. Bagaimana organisasi akan
dibentuk harus sesuai dengan sumber daya yang ada, kondisi yang dihadapi,
keinginan dan kebutuhan petani, serta kemampuan petugas pelaksana.
8.
Prinsip
orientasi pada nilai tambah atau keuntungan. Opsi yang dipilih adalah yang
mampu memberikan nilai tambah atau keuntungan paling besar bagi seluruh pelaku
agribisnis yang terlibat, terutama pelaku di perdesaan.
9.
Prinsip
desentralisasi. Setiap sel dalam sistem harus mampu beroperasi dengan
kewenangan cukup, sehingga kreatifitasnya dapat berkembang optimal.
10. Prinsip
keberlanjutan. Pada akhirnya system korporasi petani harus mampu membangun
kekuatannya sendiri dari dalam. Ia akan tetap mampu beroperasi, meskipun input
atau dukungan dari luar berkurang.
Tabel
Pembagian peran antara KP dan KEP dalam korporasi petani
Kegiatan
agribisnis
|
Peran KP
|
Peran KEP
|
1.
Penyediaan air irigasi
|
P3A
menjalankan di level KT
|
Koperasi
menyediakan honor dari keuntungan
koperasi
|
2.
Penyediaan benih
|
KT penangkar memproduksi calon benih
|
Koperasi mengolah calon benih
menjadi benih
|
3.
Penyediaan pupuk dan obat-obatan
|
Gapoktan
sebagai kios (lini IV) pupuk bersubsidi
|
Koperasi
menjadi distributor (lini III) pupuk bersubsidi
|
4.
Penyediaan modal
|
KT melakukan pendataan petani dan
penagihan
|
Koperasi permodalan menyediakan
pinjaman
|
5.
Penyediaan Alsintan
|
KT dan
Gapoktan melakukan konsolidasi di lapang
|
Koperasi
Alsintan menata manajemen pengelolaan Alsintan 1 camatan
|
6.
Penyediaan tenaga kerja
|
KT menyususn jadwal tanam
|
|
7.
Pengolahan hasil panen
|
KT dan
Gapoktan membantu pengumpulan gabah
|
Dryer dan
RMU dikelola Koperasi pengolahan
|
8.
Pemasaran hasil panen
|
|
Koperasi pemasaran melakukan
penjualan dan kemitraan dengan luar
|
9.
Penyediaan informasi pasar
|
KT sebagai
tempat diskusi
|
|
10.
Penyediaan informasi teknologi
|
KT sebagai tempat diskusi
|
|
Catatan: dalam satu
korporasi petani dapat terdiri beberapa Koperasi sekaligus dengan wilayah kerja
yang sama, yakni koperasi produsen benih, Koperasi permodalan, Koperasi
pengolahan RMU, Koperasi pemasaran, dll
*****